Selasa, 09 November 2010

JABATAN ADALAH AMANAH ALLAH BUKAN SEMATA-MATA KARUNIA-NYA

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الحمد لله الذي دعى عباده إلى بيت الحرام، وأمرنا بمشاهدة منافع الحج و بذكر الحكيم  . و شرع لنا ما سنّ به إبراهيم من التوحيد و النحر.
أشهد أن لا إله إلاّ الله و أشهد أنّ محمداً عبده و رسوله . اللهمّ صلّ على محمد و آله و أصحابه و من تبعه بإحسان إلى يوم الدين .أمّابعد .
فيا عباد الله، أوصيكم و نفسي بتقوى الله فقاد فاز المتقون .فقد قال الله تعالى﴿ اتقوا الله حقّ تقاته ولا تموتنّ إلاّ و أنتم مسلمون﴾
الله أكبر الله أكبر لا إله إلاّ الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.


Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah,
            Alhamdulillah, di pagi hari yang indah nan sejuk ini Allah mempertemukan kita lagi, di hamparan tanah lapang ini dalam suasana damai, untuk memenuhi panggilan-Nya, menegakkan shalat Iedul Adha. Takbir, tahlil dan tahmid kita dengar dikumandangkan di berbagai penjuru, sebagai ungkapan rasa syukur dan dzikir sang hamba kepada Khaliknya, Allah Rabbul ‘Alamien.:

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd
Akan tetapi saudara-saudara,
Hari Raya Qurban kali ini kita rayakan dalam suasana penuh keprihatinan yang mendalam, karena bangsa kita masih dalam keadaan sakit yang cukup kronis, kondisi rakyatnya masih banyak yang miskin disertai tingginya angka pengangguran yang pada tahun 2010 ini mencapai 10% atau sekitar 23 juta jiwa. Ditambah lagi saat ini sedang ditimpa berbagai musibah yang beruntun, di mana satu musibah belum sempat teratasi sudah menghadang lagi musibah yang lain. Mulai luapan lumpur nakal  Lapindo yang sudah 4 tahun tak teratasi, diikuti tanah longsor, banjir bandang, gunung meletus, kecelakaan transportasi, kebakaran, pembunuhan, sampai prilaku-prilaku anarkis yang mulai membiasa di masyarakat kita. Kiranya cukup lengkap ragam musibah yang menimpa negeri kita, sepertinya alam telah murka dan tidak mau bersahabat lagi dengan kita.

            Hal inilah saudara-saudara, yang mengundang pertanyaan yang mendalam di benak kita semua, apakah semua musibah yang banyak dan beruntun datangnya itu sebuah ujian dari Allah, ataukah justru peringatan keras dan bahkan siksaan dari-Nya ?
Sungguh sangat aneh bisa terjadi, di negeri yang kaya raya dengan potensi alam, hutan dan laut yang luar biasa, tidak membuat penduduk negeri ini makmur dan sentosa. Sebaliknya, penduduk negeri ini terpuruk miskin, banyak menanggung hutang, sampai-sampai beras pun harus menambah dengan mengimpor dari negeri lain. Padahal semua orang mengenal, bahwa negeri kita ini bak nirwana di alam dunia. Tanahnya sangat subur, terdiri dari ribuan pulau yang terhampar tepat di tengah-tengah lini katulistiwa, yang orang menyebutnya dengan zamrud khatulistiwa. Negeri yang tidak mengenal musim panas atau dingin sebagaimana daratan Eropa, kaya dengan ragam fauna dan flora yang menawan, sampai-sampai lautnya pun disebut lautan susu, tonggak dan batunya (katanya) sebagai tanaman !

Saudara-saudara,
            Rasa-rasanya logika akal sehat kita tidak mampu menjawabnya, mengapa di negeri kita yang sudah merdeka dari penjajahan lebih dari setengah abad ini masih sering kita dengar adanya rakyat bawah yang menderita gizi buruk dan kelaparan. Mengapa pula masih ada yang tidak mampu membeli beras, sampai-sampai harus mengais sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat-tempat sampah yang seharusnya dikonsumsi oleh hewan ?. Juga ada yang harus bersalin di rumah sakit, namun bayi yang telah dilahirkannya tidak boleh dibawa pulang karena sang ibu tidak mampu membayar lunas semua biaya persalinannya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
            Kondisi negeri kita seperti inilah saudara-saudara, membawa kita teringat kepada sebuah tamsil yang dinyatakan oleh Al-Quran dalam surat An-Nahl : 112 :



Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang  dahulunya aman lagi tentram, rejekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, kemudian penduduknya kufur terhadap nikmat-nikmat Allah, maka Allah timpakan kepada mereka pakaian lapar (kemiskinan) dan ketakutan disebabkan oleh tingkah laku dan perbuatan mereka”

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah,
            Dari firman tersebut kita diberi tahu oleh Allah, bahwa yang membuat kita ini terpuruk, adalah karena kita ini bangsa yang kufur atau ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah, tidak pandai bersyukur, sebaliknya justru suka melakukan kedustaan-kedustaan dan mempermainkan Tuhan. Akibatnya, musim panas dan penghujan di negeri kita sekarang ini bukanlah lagi sebuah rahmat, namun sudah berubah menjadi laknat. Bila  musim panas terjadi kekeringan, tanaman di sawah mengering mati, hutan terbakar, asap tebal yang mengganggu kehidupan berserakan sampai ke negeri tetangga. Sedang di musim penghujan seperti sekarang ini, mengakibatkan banjir dan tanah longsor, sampai-sampai ibu kota kebanggaan kita pun tenggelam ditelan banjir dan macet total di mana-mana.



Kaum muslimin dan muslimat yang ber’iedul qurban,
            Kiranya tepat sekali kondisi negeri kita saat ini dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum : 41 yang menyatakan:



Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan oleh perbuatan tangan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)“
                      
Kemudian dalam surat Al-Isra’: 16 secara eksplisit dinyatakan oleh Allah:



“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan para penguasa yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka justru melakukan kedurkaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku atas mereka itu ketetapan Kami, lalu kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”

Selanjutnya, Allah menyatakan pula:



“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh yang telah Kami binasakan. Cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hamba-Nya“ (Al-Isra’: 17)

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu
Saudara-saudara,
yang membuat kita cemas dan takut sehubungan dengn firman Allah tersebut,  (karena)  berdasarkan hasil survey Transparency International Indonesia (TII) ternyata lembaga terkorup di negeri kita ini adalah justru pihak legislatif atau parlemen, kemudian diikuti oleh lembaga peradilan dan kepolisian. Ditambah lagi, berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam kurun waktu 2004 – 2010 (masa pemerintahan Presiden SBY) tercatat 147 Kepala Daerah tersangkut korupsi. Rinciannya, 18 Gubernur, 17 Walikota, 84 Bupati, 1 Wakil Gubernur, 19 Wakil Bupati dan 8 Wakil Walikota.

Tentunya saudara-saudara, kita semua berharap semoga saja hasil survey dan data ICW tersebut tidak benar. (Meskipun biasanya memang banyak benarnya). Sebab jika memang benar, pastilah murka Allah dan siksa-Nya, sebagaimana yang telah difirmankan dalam surat Al-Isra’ tadi, akan lebih dahsyat lagi ditimpakan kepada kita semua.
Nastaghfirullah wa na’udzu bika min dzalika ya Allah !

Dan yang lebih penting bagi kita semua saudara-saudara, dalam kondisi bangsa sedang terpuruk seperti saat ini, marilah kita berusaha untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, dengan memperbanyak istighfar dan bertaubat memohon ampunan dan rahmat-Nya, kemudian giat melakukan amar makruf nahi munkar serta pengabdian dan pengorbanan sosial kepada sesama.

            Khusus kepada para birokrat kita, atas nama persaudaraan Islam, dengan tulus hati kami mengingatkan untuk tidak berlaku salah dalam menyikapi setiap jabatan. Janganlah menganggap, bahwa pangkat atau jabatan dalam pemerintahan itu sebagai karunia Allah semata, sehingga saudara menjadi seperti kebanyakan orang yang apabila namanya disebut sebagai menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota dewan terhormat (DPR), mereka sambut dengan pesta kegembiraan. Sikap seperti ini tidaklah benar, sebagai permulaan langkah yang salah yang akan berbuntut panjang keburukan di kemudian hari.

Sebabnya apa, saudara-saudara ?        
Karena kalau jabatan dianggap sebagai karunia, yang terbayang bagi sang pejabat tentulah hal-hal yang serba menyenangkan, fasilitas yang banyak, gaji yang besar, nama yang terkenal dan sebagainya. Inilah antara lain yang menyebabkan sang pejabat tadi lantas sombong, berhati batu berkulit badak, tidak peka terhadap kritik dan sentilan sentilun masyarakat. Bahkan benih-benih kolusi, korupsi dan nepotisme tampaknya juga tumbuh dari sikap mental yang keliru ini.



Yang benar saudara-saudara,
            Jabatan itu bukanlah semata-mata karunia, tetapi lebih sebagai amanat Allah. Dan karena jabatan itu amanat, maka yang segera akan terbayang di benak pejabat bukanlah fasilitas atau gaji yang besar, tetapi tanggung jawab !. Dalam Islam diajarkan, bahwa setiap jabatan adalah identik dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab kepada rakyat ataupun tanggung jawab kepada Allah SWT. Makin tinggi jabatan, makin besar pula tanggung jawabnya. Karena itu orang yang diangkat jadi menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota DPR, bahkan menjadi Kepala Desa atau Kepala Sekolah sekalipun, seharusnya tidak bergembira, tetapi justru menangis karena sedih dan takut. Sedih karena khawatir, jangan-jangan tidak mampu memikul taggung jawab yang ada di atas pundaknya, dan takut kalau-kalau tidak lulus dalam mempertanggungjawabkan amanat Allah tersebut. Demikianlah sikap yang benar sebagai seorang pejabat yang Islami.

Lebih daripada itu, pejabat yang sadar akan tanggung jawabnya tentulah dapat dan mau memperhatikan kritik masyarakat, sebab dengan memperhatikan kritikan-kritikan tersebut, dirinya akan segera tahu kesalahannya kemudian memperbaikinya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Ada sebuah pelajaran yang indah dari sahabat Nabi, Abu Bakar As-Shiddieq tatkala beliau dibai’at menjadi khalifah Islam pertama, sepeninggal Rasulullah saw. Karena menyadari tanggung jawab yang harus dipikulnya, konon beliau tidak bergembira, tidak mengadakan pesta syukuran yang meriah, namun justru menangis karena mengingat betapa berat dan rumitnya memangku jabatan khalifah tersebut. Kata beliau: “Saya harus menjawab apa menghadapi pertanyaan Allah di hari hisab yang dahsyat nanti!“. Subhanallah, Allahu Akbar!.

Selanjutnya saudara-saudara,
Kalau kita saat ini sedang merayakan dan mengagungkan Hari Raya Qurban, marilah momentum ini selain sebagai manifestasi rasa syukur, juga kita jadikan sebagai salah satu bentuk ibadah yang sarat dengan dimensi sosial. Antara lain kita fungsikan sebagai sarana menepis kesenjangan dan menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan oleh bencana kemanusiaan. Kita kobarkan semangat berkorban kita untuk menanggulangi kemiskinan, keterbelakangan dan keterpurukan rakyat kita. Karena dalam masyarakat yang tengah berjuang mereformasi diri seperti negara kita ini, pastilah sangat membutuhkan manusia-manusia yang memiliki semangat tinggi dalam berkorban!

Ali Shariati dalam bukunya yang populer „Hajji“ menerangkan, bahwa ketika Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan Allah untuk melaksanakan kurban dengan menyembelih puteranya Ismail, pada hakikatnya Nabi Ibrahim tengah diuji, apakah ia mengikuti cinta ataukah memilih kebenaran. Batinnya bergolak untuk memilih antara keduanya. Jika dia pertahankan Ismail, putera yang sangat disayanginya, berarti dia telah memilih cinta. Tetapi, jika ia memilih mengorbankan puteranya dengan cara menyembelihnya, berarti dia telah memilih kebenaran.

Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Saudara-saudara,
Cinta, atau apapun nama dan bentuknya, yang bisa menghalangi manusia dalam kepatuhannya terhadap perintah dan kehendak Allah, haruslah dikurbankan. Cinta janganlah diperalat untuk mengalahkan substansi yang lebih tinggi dari padanya, yaitu taat dan kepatuhan kepada Allah SWT. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran, surat At-Taubah : 24 :



“Katakan: ‘Jika bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan ,perniagaan yang kamu takuti kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”

Akhirnya saudara-saudara,
Marilah kita sudahi khotbah ini dengan bersama-sama memanjatkan doa, semoga Allah berkenan mengampuni dosa-dosa dan kesalahan kita, serta mengabulkan doa dan harapan kita bersama:

Bismillahirrahmaanirrahiem,
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamien,
Wasshalatu wassalaamu ‘ala Nabiyyina wa habiibina wa syafi’ina wa qurrati a’yunina Muhammadin wa ‘ala a-lihi wa ashaabihi ajma’ien

Ya Allah Ya kariem, Ya Rahman Ya Rahiem
Terimalah penyesalan dan tauat kami ya Allah
Juga ibadah kami: shalat, puasa dan qurban kami,
Fungsikan semua amal ibadah yang kami lakukan dalam kehidupan kami,
sebagai penghapus dosa atas kesalahan-kesalahan kami yang demikian banyak
Tolong ya Allah, segera bebaskan kami dari keterpurukan ekonomi dan kemiskinan akhlak yang mendera kami,
Bukakan kepada kami semua keberkahan-Mu di langit dan di bumi,
agar negeri yang kami cintai ini menjadi negeri yang aman dan sentosa,
terjauhkan dari segala bencana dan musibah, makmur dan bahagia dalam naungan
ridho-Mu.


اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين وأذلّ الشرك والمشركين ودمّر أعداء الدين  .
ربّنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا
ربّنا ولا تحمل علينا إصراً كما حملته على الذين من قبلنا
ربّنا ولا تحمّلنا ما لا طاقة لنا به واعف عنّا واغفرلنا وارحمنا أنت مولنا فانصرنا على القوم الكافرين
ربّنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار
فسبحان ربِّك ربِّ العزّة عمّا يصفون وسلام على المرسلين  و الحمد لله ربِّ العالمين.
و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

                                                   10 Dzul Hijjah 1431
                                    Malang,   16 Nopember 2010


                                    =================

Jumat, 05 November 2010

Keutamaan Awal Bulan Dzulhijah

1. Sepuluh Hari di Awal Bulan Dzulhijah

Di antara yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijah disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun” [1]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di 10 hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahwa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahwa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.” [2]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa amalan mafdhul (yang kurang utama) jika dilakukan di waktu afdhol (utama) untuk beramal, maka itu akan menyaingi amalan afdhol (amalan utama) di waktu-waktu lainnya. Amalan yang dilakukan di waktu afdhol untuk beramal akan memiliki pahala berlebih karena pahalanya yang akan dilipatgandakan.” [3] Mujahid mengatakan, “Amalan di 10 hari pada awal bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan” [4]
Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzul Hijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah sampai hampir tidak bisa mampu melakukannya.

2. Hari Arafah
Hari Arafah (9 Dzulhijah) memang salah satu hari istimewa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arofah (yaitu untuk orang yang berada di Arofah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [5]
Itulah keutamaan orang yang berhaji. Saudara-saudara kita yang sedang wukuf di Arofah saat ini telah rela meninggalkan sanak keluarga, negeri, telah pula menghabiskan hartanya, dan badan-badan mereka pun dalam keadaan letih. Yang mereka inginkan hanyalah ampunan, ridho, kedekatan dan perjumpaan dengan Rabbnya. Cita-cita mereka yang berada di Arofah inilah yang akan mereka peroleh. Derajat mereka pun akan tergantung dari niat mereka masing-masing.[6]
Kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar. Marilah kita renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Dosa Apa yang dihapus?
Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih. Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil.
Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil. Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya wajib.
    Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, ini merupakan kebatilan secara ijma'.
2. Nash-nash dari hadits lain mensyaratkan dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.
3. Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat atau hukuman pada dosa tersebut.
    Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, maupun hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.
4. Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar.
    Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).



--- Footnote ---

[1] HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas.
[2] Latho-if Al Ma’arif, hal. 456.
[3] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 457 dan 461.
[4] Latho-if Al Ma’arif, hal. 458.
[5] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.
[6] Lihat Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Alal Qori, 9/65,Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
Referensi :
- http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html
- www.PengusahaMuslim.com

Template by:
Free Blog Templates