Selasa, 12 April 2011

Jadwal Kajian Rutin (2011)

Hari
Pemateri
Materi
Waktu
Ahad
KH.Zubeir S. Abdullah, Lc
Terjemah dan Tafsir Al Qur’an
Ba’da Subuh dan Maghrib
Senin I
H. Sarnam
Tartil
Ba’da Maghrib
Senin II
Dr.Arifin ,M.Si/ H. Sarnam/ Suryansah
Sosiologi Islam
Ba’da maghrib
Senin III
Drs.H. Fuad Effendi, M.Ag
Ulumul Qur’an
Ba’da maghrib
Senin IV
HM. Yasin Suhaemi
Fiqih Ibadah
Ba’da maghrib
Selasa I, III, V
Drs.H. Dlo’ul Qomar Suyuti
Tafsir Ibnu Katsir
Ba’da maghrib
Selasa II,IV
Drs. H. M. Munir, M.A
Bulughul Marrom
Ba’da maghrib
Rabu
Drs. H. Khusnul Fathoni, M. Ag
Aqidah wa Syariah, Mahmud Saltut
Ba’da maghrib
Kamis
K.H. Zubeir S. Abdullah, Lc
Aqidah dan Fiqih
Ba’da maghrib
Jumat
H. Faris Hamidy, Lc
Tafsir Al-Quran Juz 28, 29 dan 30
Ba’da maghrib
Sabtu
H. A.. Rif’an Masykur, S.H
Sirroh An-Nabawiyah
Ba’da maghrib

Selasa, 14 Desember 2010

Festival Muharram Bertajuk "Lampu Kuning Jejaring Sosial"


NB:
* Informasi lebih lanjut dan pertanyaan seputar acara ini dapat Anda sampaikan via Blog, Twitter, Facebook, dan Google Buzz Masjid Manarul Islam Malang
* Via Blog: tulis komentar pada halaman ini.
* Via FB: tulis pertanyaan Anda di wall Facebook kami http://www.facebook.com/profile.php?id=100001560121354
* Via Twitter: mention @manarulislam untuk informasi yang Anda ingin ketahui
* Via Google Buzz: tulis komentar Anda pada buzz yang berisi pengumuman Festival ini: http://www.google.com/profiles/103489083245655252727#buzz

Selasa, 09 November 2010

JABATAN ADALAH AMANAH ALLAH BUKAN SEMATA-MATA KARUNIA-NYA

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الحمد لله الذي دعى عباده إلى بيت الحرام، وأمرنا بمشاهدة منافع الحج و بذكر الحكيم  . و شرع لنا ما سنّ به إبراهيم من التوحيد و النحر.
أشهد أن لا إله إلاّ الله و أشهد أنّ محمداً عبده و رسوله . اللهمّ صلّ على محمد و آله و أصحابه و من تبعه بإحسان إلى يوم الدين .أمّابعد .
فيا عباد الله، أوصيكم و نفسي بتقوى الله فقاد فاز المتقون .فقد قال الله تعالى﴿ اتقوا الله حقّ تقاته ولا تموتنّ إلاّ و أنتم مسلمون﴾
الله أكبر الله أكبر لا إله إلاّ الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.


Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah,
            Alhamdulillah, di pagi hari yang indah nan sejuk ini Allah mempertemukan kita lagi, di hamparan tanah lapang ini dalam suasana damai, untuk memenuhi panggilan-Nya, menegakkan shalat Iedul Adha. Takbir, tahlil dan tahmid kita dengar dikumandangkan di berbagai penjuru, sebagai ungkapan rasa syukur dan dzikir sang hamba kepada Khaliknya, Allah Rabbul ‘Alamien.:

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd
Akan tetapi saudara-saudara,
Hari Raya Qurban kali ini kita rayakan dalam suasana penuh keprihatinan yang mendalam, karena bangsa kita masih dalam keadaan sakit yang cukup kronis, kondisi rakyatnya masih banyak yang miskin disertai tingginya angka pengangguran yang pada tahun 2010 ini mencapai 10% atau sekitar 23 juta jiwa. Ditambah lagi saat ini sedang ditimpa berbagai musibah yang beruntun, di mana satu musibah belum sempat teratasi sudah menghadang lagi musibah yang lain. Mulai luapan lumpur nakal  Lapindo yang sudah 4 tahun tak teratasi, diikuti tanah longsor, banjir bandang, gunung meletus, kecelakaan transportasi, kebakaran, pembunuhan, sampai prilaku-prilaku anarkis yang mulai membiasa di masyarakat kita. Kiranya cukup lengkap ragam musibah yang menimpa negeri kita, sepertinya alam telah murka dan tidak mau bersahabat lagi dengan kita.

            Hal inilah saudara-saudara, yang mengundang pertanyaan yang mendalam di benak kita semua, apakah semua musibah yang banyak dan beruntun datangnya itu sebuah ujian dari Allah, ataukah justru peringatan keras dan bahkan siksaan dari-Nya ?
Sungguh sangat aneh bisa terjadi, di negeri yang kaya raya dengan potensi alam, hutan dan laut yang luar biasa, tidak membuat penduduk negeri ini makmur dan sentosa. Sebaliknya, penduduk negeri ini terpuruk miskin, banyak menanggung hutang, sampai-sampai beras pun harus menambah dengan mengimpor dari negeri lain. Padahal semua orang mengenal, bahwa negeri kita ini bak nirwana di alam dunia. Tanahnya sangat subur, terdiri dari ribuan pulau yang terhampar tepat di tengah-tengah lini katulistiwa, yang orang menyebutnya dengan zamrud khatulistiwa. Negeri yang tidak mengenal musim panas atau dingin sebagaimana daratan Eropa, kaya dengan ragam fauna dan flora yang menawan, sampai-sampai lautnya pun disebut lautan susu, tonggak dan batunya (katanya) sebagai tanaman !

Saudara-saudara,
            Rasa-rasanya logika akal sehat kita tidak mampu menjawabnya, mengapa di negeri kita yang sudah merdeka dari penjajahan lebih dari setengah abad ini masih sering kita dengar adanya rakyat bawah yang menderita gizi buruk dan kelaparan. Mengapa pula masih ada yang tidak mampu membeli beras, sampai-sampai harus mengais sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat-tempat sampah yang seharusnya dikonsumsi oleh hewan ?. Juga ada yang harus bersalin di rumah sakit, namun bayi yang telah dilahirkannya tidak boleh dibawa pulang karena sang ibu tidak mampu membayar lunas semua biaya persalinannya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
            Kondisi negeri kita seperti inilah saudara-saudara, membawa kita teringat kepada sebuah tamsil yang dinyatakan oleh Al-Quran dalam surat An-Nahl : 112 :



Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang  dahulunya aman lagi tentram, rejekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, kemudian penduduknya kufur terhadap nikmat-nikmat Allah, maka Allah timpakan kepada mereka pakaian lapar (kemiskinan) dan ketakutan disebabkan oleh tingkah laku dan perbuatan mereka”

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah,
            Dari firman tersebut kita diberi tahu oleh Allah, bahwa yang membuat kita ini terpuruk, adalah karena kita ini bangsa yang kufur atau ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah, tidak pandai bersyukur, sebaliknya justru suka melakukan kedustaan-kedustaan dan mempermainkan Tuhan. Akibatnya, musim panas dan penghujan di negeri kita sekarang ini bukanlah lagi sebuah rahmat, namun sudah berubah menjadi laknat. Bila  musim panas terjadi kekeringan, tanaman di sawah mengering mati, hutan terbakar, asap tebal yang mengganggu kehidupan berserakan sampai ke negeri tetangga. Sedang di musim penghujan seperti sekarang ini, mengakibatkan banjir dan tanah longsor, sampai-sampai ibu kota kebanggaan kita pun tenggelam ditelan banjir dan macet total di mana-mana.



Kaum muslimin dan muslimat yang ber’iedul qurban,
            Kiranya tepat sekali kondisi negeri kita saat ini dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum : 41 yang menyatakan:



Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan oleh perbuatan tangan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)“
                      
Kemudian dalam surat Al-Isra’: 16 secara eksplisit dinyatakan oleh Allah:



“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan para penguasa yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka justru melakukan kedurkaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku atas mereka itu ketetapan Kami, lalu kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”

Selanjutnya, Allah menyatakan pula:



“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh yang telah Kami binasakan. Cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hamba-Nya“ (Al-Isra’: 17)

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu
Saudara-saudara,
yang membuat kita cemas dan takut sehubungan dengn firman Allah tersebut,  (karena)  berdasarkan hasil survey Transparency International Indonesia (TII) ternyata lembaga terkorup di negeri kita ini adalah justru pihak legislatif atau parlemen, kemudian diikuti oleh lembaga peradilan dan kepolisian. Ditambah lagi, berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam kurun waktu 2004 – 2010 (masa pemerintahan Presiden SBY) tercatat 147 Kepala Daerah tersangkut korupsi. Rinciannya, 18 Gubernur, 17 Walikota, 84 Bupati, 1 Wakil Gubernur, 19 Wakil Bupati dan 8 Wakil Walikota.

Tentunya saudara-saudara, kita semua berharap semoga saja hasil survey dan data ICW tersebut tidak benar. (Meskipun biasanya memang banyak benarnya). Sebab jika memang benar, pastilah murka Allah dan siksa-Nya, sebagaimana yang telah difirmankan dalam surat Al-Isra’ tadi, akan lebih dahsyat lagi ditimpakan kepada kita semua.
Nastaghfirullah wa na’udzu bika min dzalika ya Allah !

Dan yang lebih penting bagi kita semua saudara-saudara, dalam kondisi bangsa sedang terpuruk seperti saat ini, marilah kita berusaha untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, dengan memperbanyak istighfar dan bertaubat memohon ampunan dan rahmat-Nya, kemudian giat melakukan amar makruf nahi munkar serta pengabdian dan pengorbanan sosial kepada sesama.

            Khusus kepada para birokrat kita, atas nama persaudaraan Islam, dengan tulus hati kami mengingatkan untuk tidak berlaku salah dalam menyikapi setiap jabatan. Janganlah menganggap, bahwa pangkat atau jabatan dalam pemerintahan itu sebagai karunia Allah semata, sehingga saudara menjadi seperti kebanyakan orang yang apabila namanya disebut sebagai menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota dewan terhormat (DPR), mereka sambut dengan pesta kegembiraan. Sikap seperti ini tidaklah benar, sebagai permulaan langkah yang salah yang akan berbuntut panjang keburukan di kemudian hari.

Sebabnya apa, saudara-saudara ?        
Karena kalau jabatan dianggap sebagai karunia, yang terbayang bagi sang pejabat tentulah hal-hal yang serba menyenangkan, fasilitas yang banyak, gaji yang besar, nama yang terkenal dan sebagainya. Inilah antara lain yang menyebabkan sang pejabat tadi lantas sombong, berhati batu berkulit badak, tidak peka terhadap kritik dan sentilan sentilun masyarakat. Bahkan benih-benih kolusi, korupsi dan nepotisme tampaknya juga tumbuh dari sikap mental yang keliru ini.



Yang benar saudara-saudara,
            Jabatan itu bukanlah semata-mata karunia, tetapi lebih sebagai amanat Allah. Dan karena jabatan itu amanat, maka yang segera akan terbayang di benak pejabat bukanlah fasilitas atau gaji yang besar, tetapi tanggung jawab !. Dalam Islam diajarkan, bahwa setiap jabatan adalah identik dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab kepada rakyat ataupun tanggung jawab kepada Allah SWT. Makin tinggi jabatan, makin besar pula tanggung jawabnya. Karena itu orang yang diangkat jadi menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota DPR, bahkan menjadi Kepala Desa atau Kepala Sekolah sekalipun, seharusnya tidak bergembira, tetapi justru menangis karena sedih dan takut. Sedih karena khawatir, jangan-jangan tidak mampu memikul taggung jawab yang ada di atas pundaknya, dan takut kalau-kalau tidak lulus dalam mempertanggungjawabkan amanat Allah tersebut. Demikianlah sikap yang benar sebagai seorang pejabat yang Islami.

Lebih daripada itu, pejabat yang sadar akan tanggung jawabnya tentulah dapat dan mau memperhatikan kritik masyarakat, sebab dengan memperhatikan kritikan-kritikan tersebut, dirinya akan segera tahu kesalahannya kemudian memperbaikinya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Ada sebuah pelajaran yang indah dari sahabat Nabi, Abu Bakar As-Shiddieq tatkala beliau dibai’at menjadi khalifah Islam pertama, sepeninggal Rasulullah saw. Karena menyadari tanggung jawab yang harus dipikulnya, konon beliau tidak bergembira, tidak mengadakan pesta syukuran yang meriah, namun justru menangis karena mengingat betapa berat dan rumitnya memangku jabatan khalifah tersebut. Kata beliau: “Saya harus menjawab apa menghadapi pertanyaan Allah di hari hisab yang dahsyat nanti!“. Subhanallah, Allahu Akbar!.

Selanjutnya saudara-saudara,
Kalau kita saat ini sedang merayakan dan mengagungkan Hari Raya Qurban, marilah momentum ini selain sebagai manifestasi rasa syukur, juga kita jadikan sebagai salah satu bentuk ibadah yang sarat dengan dimensi sosial. Antara lain kita fungsikan sebagai sarana menepis kesenjangan dan menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan oleh bencana kemanusiaan. Kita kobarkan semangat berkorban kita untuk menanggulangi kemiskinan, keterbelakangan dan keterpurukan rakyat kita. Karena dalam masyarakat yang tengah berjuang mereformasi diri seperti negara kita ini, pastilah sangat membutuhkan manusia-manusia yang memiliki semangat tinggi dalam berkorban!

Ali Shariati dalam bukunya yang populer „Hajji“ menerangkan, bahwa ketika Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan Allah untuk melaksanakan kurban dengan menyembelih puteranya Ismail, pada hakikatnya Nabi Ibrahim tengah diuji, apakah ia mengikuti cinta ataukah memilih kebenaran. Batinnya bergolak untuk memilih antara keduanya. Jika dia pertahankan Ismail, putera yang sangat disayanginya, berarti dia telah memilih cinta. Tetapi, jika ia memilih mengorbankan puteranya dengan cara menyembelihnya, berarti dia telah memilih kebenaran.

Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu,
Saudara-saudara,
Cinta, atau apapun nama dan bentuknya, yang bisa menghalangi manusia dalam kepatuhannya terhadap perintah dan kehendak Allah, haruslah dikurbankan. Cinta janganlah diperalat untuk mengalahkan substansi yang lebih tinggi dari padanya, yaitu taat dan kepatuhan kepada Allah SWT. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran, surat At-Taubah : 24 :



“Katakan: ‘Jika bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan ,perniagaan yang kamu takuti kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”

Akhirnya saudara-saudara,
Marilah kita sudahi khotbah ini dengan bersama-sama memanjatkan doa, semoga Allah berkenan mengampuni dosa-dosa dan kesalahan kita, serta mengabulkan doa dan harapan kita bersama:

Bismillahirrahmaanirrahiem,
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamien,
Wasshalatu wassalaamu ‘ala Nabiyyina wa habiibina wa syafi’ina wa qurrati a’yunina Muhammadin wa ‘ala a-lihi wa ashaabihi ajma’ien

Ya Allah Ya kariem, Ya Rahman Ya Rahiem
Terimalah penyesalan dan tauat kami ya Allah
Juga ibadah kami: shalat, puasa dan qurban kami,
Fungsikan semua amal ibadah yang kami lakukan dalam kehidupan kami,
sebagai penghapus dosa atas kesalahan-kesalahan kami yang demikian banyak
Tolong ya Allah, segera bebaskan kami dari keterpurukan ekonomi dan kemiskinan akhlak yang mendera kami,
Bukakan kepada kami semua keberkahan-Mu di langit dan di bumi,
agar negeri yang kami cintai ini menjadi negeri yang aman dan sentosa,
terjauhkan dari segala bencana dan musibah, makmur dan bahagia dalam naungan
ridho-Mu.


اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين وأذلّ الشرك والمشركين ودمّر أعداء الدين  .
ربّنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا
ربّنا ولا تحمل علينا إصراً كما حملته على الذين من قبلنا
ربّنا ولا تحمّلنا ما لا طاقة لنا به واعف عنّا واغفرلنا وارحمنا أنت مولنا فانصرنا على القوم الكافرين
ربّنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار
فسبحان ربِّك ربِّ العزّة عمّا يصفون وسلام على المرسلين  و الحمد لله ربِّ العالمين.
و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

                                                   10 Dzul Hijjah 1431
                                    Malang,   16 Nopember 2010


                                    =================

Jumat, 05 November 2010

Keutamaan Awal Bulan Dzulhijah

1. Sepuluh Hari di Awal Bulan Dzulhijah

Di antara yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijah disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun” [1]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di 10 hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahwa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahwa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.” [2]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa amalan mafdhul (yang kurang utama) jika dilakukan di waktu afdhol (utama) untuk beramal, maka itu akan menyaingi amalan afdhol (amalan utama) di waktu-waktu lainnya. Amalan yang dilakukan di waktu afdhol untuk beramal akan memiliki pahala berlebih karena pahalanya yang akan dilipatgandakan.” [3] Mujahid mengatakan, “Amalan di 10 hari pada awal bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan” [4]
Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzul Hijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah sampai hampir tidak bisa mampu melakukannya.

2. Hari Arafah
Hari Arafah (9 Dzulhijah) memang salah satu hari istimewa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arofah (yaitu untuk orang yang berada di Arofah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [5]
Itulah keutamaan orang yang berhaji. Saudara-saudara kita yang sedang wukuf di Arofah saat ini telah rela meninggalkan sanak keluarga, negeri, telah pula menghabiskan hartanya, dan badan-badan mereka pun dalam keadaan letih. Yang mereka inginkan hanyalah ampunan, ridho, kedekatan dan perjumpaan dengan Rabbnya. Cita-cita mereka yang berada di Arofah inilah yang akan mereka peroleh. Derajat mereka pun akan tergantung dari niat mereka masing-masing.[6]
Kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar. Marilah kita renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Dosa Apa yang dihapus?
Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih. Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil.
Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil. Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya wajib.
    Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, ini merupakan kebatilan secara ijma'.
2. Nash-nash dari hadits lain mensyaratkan dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.
3. Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat atau hukuman pada dosa tersebut.
    Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, maupun hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.
4. Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar.
    Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).



--- Footnote ---

[1] HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas.
[2] Latho-if Al Ma’arif, hal. 456.
[3] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 457 dan 461.
[4] Latho-if Al Ma’arif, hal. 458.
[5] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.
[6] Lihat Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Alal Qori, 9/65,Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
Referensi :
- http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html
- www.PengusahaMuslim.com

Kamis, 28 Oktober 2010

Pendaftaran Qurban 1431 H

Bismillaahirrohmaanirrohiim..

Masjid Manarul Islam Malang telah menerima pendaftaran hewan Qurban 1431H dan pembayaran uang kolektif sapi. Para muslim yang berminat menyembelihkan qurban di Masjid Manarul Islam, silakan mendaftar pada :

mulai tgl : 29 Oktober 2010
waktu : 08.30-12.00 WIB , 13.00 - 15.30 WIB
tempat : Kantor Kesekretariatan Masjid Manarul Islam
keterangan : Biaya qurban sapi secara kolektif (@ sapi dibagi menjadi 7 orang) -> Rp 1.150.000,00

.

NB :
- Untuk yang berniat qurban kambing, panitia tidak melayani pendaftaran berupa uang.
- Penerimaan kambing qurban dibuka mulai H -1.
- Diharapkan peminat qurban sapi secara kolektif mendaftarkan diri secepatnya.


Informasi lebih lanjut, hubungi:
Kantor Kesekretariatan Masjid Manarul Islam Malang
Phone (0341) 710900

Rabu, 13 Oktober 2010

Pesan Dan Wasiat Penting Untuk Jama’ah Haji Dan Umrah

Jama’ah haji yang budiman.

Kami panjatkan puji kepada Allah, yang telah melimpahkan taufiq kepada anda sekalian untuk dapat menunaikan ibadah haji dan ziarah ke Masjid Haram, semoga Allah menerima kebaikan amal kita semua dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Kami sampaikan berikut ini pesan dan wasiat, dengan harapan agar ibadah haji kita diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur dan usaha yang terpuji.

  1. Ingatlah, bahwa anda sekalian sedang dalam perjalanan yang penuh berkah, perjalanan menuju Ilahi dengan berpijakkan Tauhid dan ikhlas kepada-Nya, serta memenuhi seruan-Nya dan ta’at akan perintah-Nya. Karena tiada amal yang paling besar pahalanya selain dari amal-amal yang dilaksanakan atas dasar tersebut. Dan haji yang mabrur itu balasannya adalah sorga.

  2. Waspadalah anda sekalian dari tipu daya syetan, karena ia adalah musuh yang selalu mengintai anda. Maka dari itu hendaknya anda saling mencintai dalam naungan rahmat Ilahi dan menghindari pertikaian dan kedurhakaan kepada-Nya. Ingatlah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Artinya : Tidaklah sempurna iman seseorang diantara kamu, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri”.

  3. Bertanyalah kepada orang yang berilmu tentang masalah-masalah agama dan ibadah haji yang kurang jelas bagi anda, sehingga anda mengerti. Karena Allah telah berfirman : “Artinya : Maka bertanyalah kamu kepada orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. Dan Rasul pun telah bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk di karuniai kebaikan, maka ia niscaya memberinya kefahaman dalam agama”.

  4. Ketahuilah, bahwa Allah telah menetapkan kepada kita beberapa kewajiban dan menganjurkan kita untuk melakukan amalan-amalan yang sunnah. Akan tetapi tidaklah diterima amalan sunnah ini apabila amalan-amalan yang wajib tadi disia-siakan.

Hal ini sering kurang disadari oleh sebagian jama’ah haji, sehingga terjadilah perbuatan yang menggangu dan menyakiti sesama mu’min. Sebagai contoh ; ketika mereka berusaha untuk mencium Hajar Aswad, ketika melakukan ramal (berlari kecil pada tiga putaran pertama) dalam tawaf qudum, ketika shalat dibelakang Maqam Ibrahim, dan ketika minum air Zamzam.

Amalan-amalan tersebut hukumnya hanyalah sunnah, sedangkan mengganggu dan menyakiti sesama mu’min adalah haram. Patutkah kita mengerjakan suatu perbuatan yang haram hanya semata-mata untuk mencapai amalan yang sunnah ..? Maka dari itu hindarilah perbuatan yang dapat mengganggu dan meyakiti satu sama lain, mudah-mudahan dengan demikian Allah memberikan pahala yang berlipat ganda bagi anda sekalian.

Kemudian kami tambahkan beberapa penjelasan sebagai berikut


  • Tak layak bagi seorang muslim melakukan shalat disamping wanita atau dibelakangnya, baik di Masjid Haram ataupun di tempat lain dengan sebab apapun, selama ia dapat menghindari hal itu. Dan bagi wanita hendaklah melakukan shalat dibelakang kaum pria.
  • Pintu-pintu dan jalan masuk ke Masjid Haram adalah tempat lewat yang tak boleh di tutup dengan melakukan shalat di tempat tersebut walaupun untuk mengejar shalat jama’ah.
  • Tidak boleh duduk atau shalat didekat Ka’bah atau berdiam diri di Hijir Ismail atau di Maqam Ibrahim, sebab hal itu dapat mengganggu orang-orang yang sedang melakukan tawaf. Lebih-lebih disaat penuh sesak, karena yang sedemikian itu dapat membahayakan dan mengganggu orang lain.
  • Mencium Hajar Aswad hukumnya adalah sunnat, sedangkan menghormati sesama muslim adalah wajib. Maka janganlah menghilangkan yang wajib hanya semata-mata untuk mengerjakan yang sunnat. Dan dikala penuh sesak cukuplah anda berisyarat (mengacungkan tangan) kearah Hajar Aswad sambil bertakbir, dan terus berlalu bersama orang-orang yang melakukan tawaf. Seusai anda melakukan tawaf janganlah keluar dengan menerobos barisan, tetapi ikutilah arus barisan tersebut sehingga anda dapat keluar dari tempat tawaf dengan tenang.
  • Mencium rukun Yamani tidak termasuk sunnat, cukuplah anda menjamahnya dengan tangan kanan apabila tidak penuh sesak, seraya mengucapkan “Bismillah wallahu Akbar”.


Akhirnya, kami berpesan kepada segenap kaum muslimin agar selalu berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. “Dan ta’atlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasu-Nya supaya kamu dikaruniai rahmat”.

[Disalin dari buku Petunjuk Jamaah Haji dan Umrah Serta Penziarah Masjid Rasul Shallallahu 'Alaihi wa sallam, pengarang Kumpulan Ulama, hal 4 - 7 dengan sub judul Pesan dan Wasiat Penting, diterbitkan dan di edarkan oleh Departement Agama, Waqaf, Dakwah dan Bimbingan Islam, Saudi Arabia]

Oleh Kumpulan Ulama
http://madrasahsunnah.wordpress.com/2010/09/30/pesan-dan-wasiat-penting-untuk-jamaah-haji-dan-umrah/

Senin, 11 Oktober 2010

Mendulang Mutiara Hikmah dari Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Kisah-kisah agung dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah peneguhan nyata akan tauhid. Ketaatan dan keimanan yang luar biasa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mewujud pada tindakan yang niscaya akan teramat berat ditunaikan manusia pada umumnya. Sebuah keteladanan yang mesti kita tangkap dan nyalakan dalam kehidupan kita.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam Seorang Teladan Yang Baik

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah seorang teladan yang baik. Perjalanan hidupnya selalu berpijak di atas kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. Posisinya dalam agama amat tinggi (seorang imam) yang selalu patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan segala ibadahnya hanya untuk-Nya semata. Beliau pun tak pernah lupa mensyukuri segala nikmat dan karunia ilahi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan selalu berpegang kepada kebenaran serta tak pernah meninggalkannya (hanif). Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia pun selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah.” (An-Nahl: 120-121)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam merupakan sosok pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya yang panjang sarat dengan dakwah kepada tauhid dan segala liku-likunya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan beliau sebagai teladan dalam hal ini, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian serta telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya; ‘Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah’. (Ibrahim berkata): ‘Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir, dan ampunilah kami ya Rabb kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mumtahanah: 4-5)

Demikian pula, beliau selalu mengajak umatnya kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mencegah mereka dari sikap taqlid buta terhadap ajaran sesat nenek moyang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya: ‘Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?’ Mereka menjawab: ‘Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata.’ Mereka menjawab: ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?’ Ibrahim berkata: ‘Sebenarnya Rabb kalian adalah Rabb langit dan bumi, Yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang bisa memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya.’ Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berkeping-keping kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (Al-Anbiya`: 52-58)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya, menunjukinya kepada jalan yang lurus, serta mengaruniakan kepadanya segala kebaikan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami karuniakan kepadanya kebaikan di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang shalih.” 
(An-Nahl: 121-122)

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkatnya sebagai khalil (kekasih). Sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan Allah mengangkat Ibrahim sebagai kekasih.” (An-Nisa`: 125)
Dengan sekian keutamaan itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala wahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikuti agama beliau ‘alaihissalam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.’ Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (An-Nahl: 123)

Demikianlah sekelumit tentang perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan segala keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya. Barangsiapa mempelajarinya dengan seksama (mentadabburinya) niscaya akan mendulang mutiara hikmah dan pelajaran berharga darinya. Terkhusus pada sejumlah momen di bulan Dzulhijjah yang hakikatnya tak bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Beberapa Amalan Mulia di Bulan Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan mulia dalam Islam. Karena di dalamnya terdapat amalan-amalan mulia; shaum Arafah, haji ke Baitullah, ibadah qurban, dan lain sebagainya, yang sebagiannya tidak bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Di antara amalan mulia tersebut adalah:
a) Haji ke Baitullah
Haji ke Baitullah merupakan ibadah yang sangat mulia dalam agama Islam. Kemuliaannya nan tinggi memosisikannya sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
“Agama Islam dibangun di atas lima perkara; bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beliau Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no.16, dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma)

Ibadah haji yang mulia ini tidaklah bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Terlebih tatkala kita menyaksikan jutaan umat manusia yang datang berbondong-bondong dari segenap penjuru yang jauh menuju Baitullah, menyambut panggilan ilahi dengan lantunan talbiyah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”

Hal ini mengingatkan kita akan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


“Dan berserulah (wahai Ibrahim) kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” (Al-Hajj: 27-28)

Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: “Ibadah haji mempunyai hikmah yang besar, mengandung rahasia yang tinggi serta tujuan yang mulia, dari kebaikan duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana yang dikandung firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Untuk menyaksikan segala yang bermanfaat bagi mereka.” (Al-Hajj: 28)

Haji merupakan momen pertemuan akbar bagi umat Islam seluruh dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala pertemukan mereka semua di waktu dan tempat yang sama. Sehingga terjalinlah su"atu perkenalan, kedekatan, dan saling merasakan satu dengan sesamanya, yang dapat membuahkan kuatnya tali persatuan umat Islam, serta terwujudnya kemanfaatan bagi urusan agama dan dunia mereka.” (Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 4)
Lebih dari itu, ibadah haji mempunyai banyak hikmah dan pelajaran penting yang apabila digali rahasianya maka sangat terkait dengan agama dan sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, baik dalam hal keimanan, ibadah, muamalah, dan akhlak yang mulia. Di antara hikmah dan pelajaran penting tersebut adalah:
  1. Perwujudan tauhid yang murni dari noda-noda kesyirikan dalam hati sanubari, manakala para jamaah haji bertalbiyah.
  2. Pendidikan hati untuk senantiasa khusyu’, tawadhu’, dan penghambaan diri kepada Rabbul ‘Alamin, ketika melakukan thawaf, wukuf di Arafah, serta amalan haji lainnya.
  3. Pembersihan jiwa untuk senantiasa ikhlas dan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika menyembelih hewan qurban di hari-hari haji.
  4. Kepatuhan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tanpa diiringi rasa berat hati, ketika mencium Hajar Aswad dan mengusap Rukun Yamani.
  5. Tumbuhnya kebersamaan hati dan jiwa ketika berada di tengah-tengah saudara-saudara seiman dari seluruh penjuru dunia, dengan pakaian yang sama, berada di tempat yang sama, serta menunaikan amalan yang sama pula (haji). (Lihat Durus ‘Aqadiyyah Mustafadah Min Al-hajj)

b) Menyembelih Hewan Qurban
Menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha (tanggal 10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (tanggal 11,12, 13 Dzulhijjah) merupakan amalan mulia dalam agama Islam. Di antara bukti kemuliaannya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya semenjak berada di kota Madinah hingga wafatnya. Sebagaimana yang diberitakan sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma:

أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِيْنَةِ عَشْرَ سِنِيْنَ يُضَحِّي
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun tinggal di kota Madinah senantiasa menyembelih hewan qurban.”  
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dia -At-Tirmidzi- berkata: ‘Hadits ini hasan’)

Penyembelihan hewan qurban, bila dirunut sejarahnya, juga tidak lepas dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putra beliau Nabi Ismail ‘alaihissalam. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan dalam kitab suci Al-Qur`an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِيْنِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيْمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي اْلآخِرِيْنَ. سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ

“Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada umur sanggup) untuk berusaha bersama-sama Ibrahim, berkatalah Ibrahim: ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,’ sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’.” (Ash-Shaffat: 102-109)

Demikianlah sosok Ibrahim, yang senantiasa patuh terhadap segala sesuatu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepadanya walaupun berkaitan dengan diri sang anak yang amat dicintainya. Tak ada keraguan sedikit pun dalam hatinya untuk menjalankan perintah tersebut. Ini tentunya menjadi teladan mulia bagi kita semua, dalam hal ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Para Da’i (Pegiat Dakwah)

Perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengandung banyak pelajaran berharga bagi para da’i. Di antara pelajaran berharga tersebut adalah:
  1. Para da’i hendaknya membangun dakwah yang diembannya di atas ilmu syar’i. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika mendakwahi ayahnya (dan juga kaumnya):
    “Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” 
    (Maryam: 43)
    Dan demikianlah sesungguhnya jalan dakwah yang ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang uswatun hasanah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

    “Katakanlah (hai Muhammad): ‘Inilah jalanku, aku berdakwah di jalan Allah di atas ilmu, demikian pula orang-orang yang mengikuti jejakku. Maha Suci Allah dan aku tidaklah termasuk orang-orang musyrik’.” 
    (Yusuf: 108)
  2. Para da’i hendaknya berupaya menyampaikan kebenaran yang diketahuinya secara utuh kepada umat, serta memperingatkan mereka dari segala bentuk kebatilan dan para pengusungnya. Kemudian bersabar dengan segala konsekuensi yang dihadapinya. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:

    “Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Beribadahlah kalian kepada Allah semata dan bertaqwalah kalian kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mau mengetahui. Sesungguhnya apa yang kalian ibadahi selain Allah itu adalah berhala, dan kalian telah membuat dusta. Sesungguhnya yang kalian ibadahi selain Allah itu tidak mampu memberi rizki kepada kalian, maka mintalah rizki itu dari sisi Allah dan beribadahlah hanya kepada-Nya serta bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kalian akan dikembalikan. Dan jika kalian mendustakan, maka umat sebelum kalian juga telah mendustakan dan kewajiban Rasul itu hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya.” (Al-‘Ankabut: 16-18)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun tetap bersabar dan istiqamah di atas jalan dakwah manakala umatnya melancarkan segala bentuk penentangan dan permusuhan terhadapnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Maka tidak ada lagi jawaban kaum Ibrahim selain mengatakan: ‘Bunuhlah atau bakarlah dia!’, lalu Allah menyelamatkannya dari api (yang membakarnya). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” (Al-‘Ankabut: 24)

Demikian pula Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, perjalanan dakwah beliau merupakan simbol kesabaran di alam semesta ini.

Sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam merupakan teladan bagi para da’i secara khusus dan masing-masing individu secara umum dalam hal kepedulian terhadap kondisi umat dan negeri. Hal ini sebagaimana yang tergambar pada kandungan doa Nabi Ibrahim yang Allah Subhanahu wa Ta’ala abadikan dalam Al-Qur`an:


“Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” 
(Al-Baqarah: 126)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Para Orangtua

Perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, merupakan cermin bagi para orangtua dalam perkara pendidikan dan agama anak cucu mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


“Dan Ibrahim telah mewasiatkan kalimat itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilihkan agama ini bagi kalian, maka janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam’.” (Al-Baqarah: 132)

Bahkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tak segan-segan berdoa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk keshalihan anak cucunya, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala abadikan dalam Al-Qur`an:

“Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari perbuatan menyembah berhala.” (Ibrahim: 35)


“Wahai Rabbku, jadikanlah aku beserta anak cucuku orang-orang yang selalu mendirikan shalat. Wahai Rabb kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)

Setiap orangtua mengemban amanat besar untuk menjaga anak cucu dan keluarganya dari adzab api neraka. Sehingga dia harus memerhatikan pendidikan, agama dan ibadah mereka. Sungguh keliru, ketika orangtua acuh tak acuh terhadap kondisi anak-anaknya. Yang selalu diperhatikan justru kondisi fisik dan kesehatannya, sementara perkara agama dan ibadahnya diabaikan. Ingatlah akan seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala:


“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari adzab api neraka.” 
(At-Tahrim: 6)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Para Anak

Perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga mengandung pelajaran berharga bagi para anak, karena beliau adalah seorang anak yang amat berbakti kepada kedua orangtuanya serta selalu menyampaikan kebenaran kepada mereka dengan cara yang terbaik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: ‘Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tiada dapat mendengar, tiada pula dapat melihat dan menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Allah Dzat Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa adzab dari Allah Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan bagi setan.” 
(Maryam: 42-45)

Ketika sang bapak menyikapinya dengan keras, seraya mengatakan (sebagaimana dalam ayat):

“Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti (dari menasihatiku) niscaya kamu akan kurajam! Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama.” (Maryam: 46)

Maka dengan tabahnya Ibrahim ‘alaihissalam menjawab:


“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Rabbku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (Maryam: 47)

Demikianlah seyogianya seorang anak kepada orangtuanya, selalu berupaya memberikan yang terbaik di masa hidupnya serta selalu mendoakannya di masa hidup dan juga sepeninggalnya.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Para Suami-Istri

Perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga mengandung pelajaran berharga bagi para suami-istri, agar selalu membina kehidupan rumah tangganya di atas ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini tercermin dari dialog antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan istrinya yang bernama Hajar, ketika Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke kota Makkah (yang masih tandus dan belum berpenghuni) atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: “Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan sang putra Ismail –dalam usia susuan– menuju Makkah dan ditempatkan di dekat pohon besar, di atas (bakal/calon) sumur Zamzam di lokasi (bakal) Masjidil Haram. Ketika itu Makkah belum berpenghuni dan tidak memiliki sumber air. Maka Ibrahim menyiapkan satu bungkus kurma dan satu qirbah/kantong air, kemudian ditinggallah keduanya oleh Ibrahim di tempat tersebut. Hajar, ibu Ismail pun mengikutinya seraya mengatakan: ‘Wahai Ibrahim, hendak pergi kemana engkau, apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni ini?’ Dia ulang kata-kata tersebut, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Hingga berkatalah Hajar: ‘Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?’ Ibrahim menjawab: ‘Ya.’ Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: ‘Kalau begitu Dia (Allah) tidak akan menyengsarakan kami.’ Kemudian Hajar kembali ke tempatnya semula.” (Lihat Shahih Al-Bukhari, no. 3364)

Atas dasar itulah, seorang suami harus berupaya membina istrinya dan menjaganya dari adzab api neraka. Demikian pula sang istri, hendaknya mendukung segala amal shalih yang dilakukan suaminya, serta mengingatkannya bila terjatuh dalam kemungkaran.

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, demikianlah mutiara hikmah dan pelajaran berharga dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang menyentuh beberapa elemen penting dari masyarakat kita. Semoga kilauan mutiara hikmah tersebut dapat menyinari perjalanan hidup kita semua, sehingga tampak jelas segala jalan yang mengantarkan kepada Jannah-Nya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Sumber: ASYSYARIAH.COM

Template by:
Free Blog Templates