Jumat, 05 November 2010

Keutamaan Awal Bulan Dzulhijah

1. Sepuluh Hari di Awal Bulan Dzulhijah

Di antara yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijah disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun” [1]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di 10 hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahwa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahwa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.” [2]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa amalan mafdhul (yang kurang utama) jika dilakukan di waktu afdhol (utama) untuk beramal, maka itu akan menyaingi amalan afdhol (amalan utama) di waktu-waktu lainnya. Amalan yang dilakukan di waktu afdhol untuk beramal akan memiliki pahala berlebih karena pahalanya yang akan dilipatgandakan.” [3] Mujahid mengatakan, “Amalan di 10 hari pada awal bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan” [4]
Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzul Hijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah sampai hampir tidak bisa mampu melakukannya.

2. Hari Arafah
Hari Arafah (9 Dzulhijah) memang salah satu hari istimewa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arofah (yaitu untuk orang yang berada di Arofah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [5]
Itulah keutamaan orang yang berhaji. Saudara-saudara kita yang sedang wukuf di Arofah saat ini telah rela meninggalkan sanak keluarga, negeri, telah pula menghabiskan hartanya, dan badan-badan mereka pun dalam keadaan letih. Yang mereka inginkan hanyalah ampunan, ridho, kedekatan dan perjumpaan dengan Rabbnya. Cita-cita mereka yang berada di Arofah inilah yang akan mereka peroleh. Derajat mereka pun akan tergantung dari niat mereka masing-masing.[6]
Kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar. Marilah kita renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Dosa Apa yang dihapus?
Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih. Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil.
Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil. Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya wajib.
    Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, ini merupakan kebatilan secara ijma'.
2. Nash-nash dari hadits lain mensyaratkan dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.
3. Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat atau hukuman pada dosa tersebut.
    Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, maupun hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.
4. Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar.
    Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).



--- Footnote ---

[1] HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas.
[2] Latho-if Al Ma’arif, hal. 456.
[3] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 457 dan 461.
[4] Latho-if Al Ma’arif, hal. 458.
[5] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.
[6] Lihat Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Alal Qori, 9/65,Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
Referensi :
- http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html
- www.PengusahaMuslim.com

Blogger Tips - Get This Gadget

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates